Ketika sakit,
tubuh yang sebelumnya sehat dan kuat dikalahkan oleh virus dan bakteri.
Sebagaimana diketahui, banyak penyakit yang menyebabkan penderitaan dan
melemahkan tubuh. Dalam beberapa kasus, seseorang merasa telalu lemah untuk
bangkit dari tempat tidur atau melakukan tugas sehari-hari. Karena ia tidak
dapat membasmi virus yang tidak kelihatan itu, maka ia akan lebih mengerti akan
kelemahan dirinya dan bagaimana ia begitu membutuhkan Allah. Saat kesehatannya
menurun, seseorang yang sebelumnya berani menunjukkan kesombongannya kepada
Sang Pencipta, atau memamerkan kesehatan dan harta kekayaannya, menjadi sadar
akan kenyataan ini. Ia dapat lebih menghargai kekuatan Allah yang tak terhingga,
Pencipta segalanya.
Hal lain yang
biasanya kita lupakan dalam kesibukan sehari-hari adalah betapa besarnya
karunia kesehatan. Seseorang yang diberi kesehatan terus-menerus dan tidap
pernah menderita, mudah saja mengatur keadaan. Akan tetapi, ketika ia
dihadapkan pada serangan penyakit yang tiba-tiba, ia menyadari bahwa kesehatan
merupakan berkah dari Allah. Hal itu disebabkan ia kehilangan sesuatu yang
membuatnya lebih menghargai nilai sesuatu yang hilang itu. Seperi yang
dikatakan Said Nursi-yang dikenal dengan nama Badiuzzaman (Keajaiban Zaman),
“Orang mengatakan bahwa sesuatu dikenali dari hal-hal yang berseberangan dengannya. Sebagai contoh, jika tidak ada kegelapan, cahaya tidak akan dikenal dan tidak menyenangkan sama sekali. Jika tidak ada rasa haus, tidak akan ada istimewanya meminum air. Jika tidak ada penyakit, tidak ada kesenangan yang didapat dari kesehatan.” (Cahaya ke-25, Obat ke-7)
Kebanyakan
manusia mengira bahwa menderita penyakit yang fatal atau kehilangan organ tubuh
adalah sebuah kesengsaraan. Seharusnya, penyakit dapat dimaknai bukan sebagai
kesengsaraan, tetapi untuk kesalamatan di akhirat dan untuk mengarahkan dirinya
hanya kepada Allah. Hal ini karena orang yang terkena penyakit serius biasanya
semakin waspada. Penderitaan itu menolong dirinya untuk menyadari kurangnya
perhatian yang menumpulkan kesadaran dirinya dan mendorongnya untuk merenungi
realitas akhirat. Orang yang demikian benar-benar memahami betapa tidak
berartinya kecintaan akan dunia ini serta dekatnya kematian. Alih-alih hidup
dalam ketidakbertanggungjawaban, penyakit yang tiba-tiba membuatnya semakin
memahami betapa pentingnya mendapatkan keridhaan Allah dan kehidupan akhirat
demi mencapat keselamatan.
Penyakit Diberikan untuk Do’a Seseorang dan Menariknya untuk Dekat kepada Allah
Saat gejala
penyakit semakin parah, seseorang mulai memikirkan kematian. Pikiran ini
menghantuinya sampai ia berusaha menghindarinya dengan sengaja. Dengan segala
ketulusan, ia meminta kepada Allah untuk disembuhkan. Bahkan, saat menderita
sakit yang tidak dapat disembuhkan, seseorang yang belum pernah berdo’a
sebelumnya tiba-tiba merasa perlu memohon kepada Allah untuk disembuhkan. Ia
berdo’a dengan tulus ikhlas. Inilah sebabnya, seseorang bisa dekat dengan
Tuhannya ketika dirinya tidak berdaya. Jika ia menunjukkan rasa syukurnya
setelah sembuh dan terus berdo’a dengan ikhlas, penyakitnya itu menjadi
kebaikan buatnya dan menjadi awal keimanan dirinya.
Allah
menyebutkan orang-orang yang kembali kepada-Nya dari kesengsaraan dalam ayat
berikut.
“Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka maka ia banyak berdo’a.” (Fushshilat: 51)
“Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdo’a kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk, atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu darinya, di (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdo’a kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.” (Yunus: 12)
“Dan apabila manusia disentuh oleh suatu bahaya, mereka menyeru Tuhannya dengan kembali bertobat kepada-Nya, kemudian apabila Tuhan merasakan kepada mereka barang sedikit rahmat dari-Nya, tiba-tiba sebagian dari mereka mempersekutukan Tuhannya.” (ar-Ruum: 33)
Sebagaimana ayat
di atas, manusia seharusnya tidak hanya berdo’a di saat sulit, tetapi ia harus
tetap berdo’a setelah ujiannya diangkat. Dengan demikian, penyakit keras atau
cobaan itu dapat membuatnya mengakui kelemahannya dan bertobat di hadapan
Allah. Dengan demikian, ia menuju penyerahan seluruh hidupnya kepada Allah.
Seperti yang
kami sebutkan sejak awal, maksud lain mengapa Allah memberikan penderitaan
dengan penyakit adalah untuk menguji kesabaran dan keimanan seseorang kepada
Allah. Saat menderita suatu penyakit, sikap seorang muslim jelas berbeda dengan
orang-orang bodoh. Ia memiliki kesabaran, keyakinan, dan kesetiaan kepada
Allah. Ini dikarenakan mereka sadar bahwa pandangan yang mereka yakini di saat
mereka dalam kesempitan adalah untuk mendapatkan keridhaan Allah. Itulah
balasan terbesar di akhirat atas penyakitnya. Ia mencapai berkah yang tak
terhingga atas kehidupan surga sebagai balasan kesengsaraan sementaranya di
dunia ini.
Nabi Ibrahim
yang ikhlas ketika dihadapkan dengan penyakit adalah contoh yang baik untuk
semua orang- beriman,
“Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali).” (asy-Syu’araa`: 80-81)
Sikap dan akhlaq
menakjubkan yang ditunjukkan oleh Nabi Ayyub a.s. adalah contoh yang lain.
Seperti yang telah Al-Qur`an katakan kepada kita, Nabi Ayyub a.s. menderita
penyakit yang parah, namun penyakitnya itu malah memperkuat kesetiaan dan
keyakinannya kepada Allah. Inilah sifat yang menjadikannya salah seorang nabi
yang dipuji di dalam Al-Quran.
Dari Al-Qur`an,
kita juga tahu bahwa sebagai tambahan penyakit yang dideritanya, Nabi Ayyub
a.s. juga mengalami tipu daya setan. Berpikir untuk menguasai Nabi Ayyub di
saat ia lemah, setan mencoba menghasutnya untuk tidak lagi percaya kepada
Allah. Hal ini karena dalam kondisi sakit parah, biasanya sulit bagi seseorang
untuk memusatkan perhatiannya. Dengan mudah, ia dapat terbujuk oleh setan. Akan
tetapi, sebagai seorang nabi yang mengabdi sepenuh hati kepada Allah, Nabi
Ayyub a.s. berhasil lolos dari perangkap setan. Ia shalat dan ikhlas berdo’a
kepada Allah, memohon pertolongan-Nya. Di dalam Al-Qur`an, do’a yang
dicontohkan oleh Nabi Ayyub adalah,
“Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia menyeru Tuhannya, ‘(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.’ Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu kami lenyapkan penyakit yang ada padanya....” (al-Anbiyaa`: 83-84)
Allah menanggapi
do’a tulus Nabi Ayyub dengan firman-Nya,
“Dan inagtlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhannya, ‘Sesungguhnya, aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan.’ (Allah berfirman), ‘Hantamkanlah kakimu; inilah air sejuk untuk mandi dan untuk minum.’ Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai pikiran. ‘Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah.’ Sesungguhnya, Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya, dia amat taat (kepada Tuhannya).”
Nabi Ayyub
benar-benar mendapatkan balasan atas keyakinannya kepada Allah, pengabdiannya
kepada-Nya dan tingkatan kemuliaannya. Ia juga menjadi contoh yang baik untuk
bagi semua muslim.
0 komentar:
Posting Komentar